Islam masuk ke Rusia
pada pada tahun 992 Masehi, ketika sekelompok etnis Rusia yang hidup di
Siberia, yang disebut Bulgar, memeluknya dan kemudian menyebarkannya ke
seluruh Rusia. Diperkirakan jumlah Muslim di Rusia sekarang lebih dari 30 juta orang,
meskipun statistik sejak setengah abad lalu mengatakan jumlah kaum
muslimin tidak melebihi 20 juta orang. Bahkan, ada beberapa republik dalam Federasi Rusia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Tatarstan, Chechnya, Bashkortostan, Dagestan, Ingushetia, Kabardino-Balkaria, Karachay-Cherkessia,
dan lain-lain. Jumlah Muslim di ibu kota Moskow sekarang lebih dari
satu juta orang, dan mereka menderita masalah yang secara umum dialami
oleh masyarakat Rusia, terutama masalah ekonomi.
Kaum Muslimin Rusia terbagi
dalam 14 wilayah administratif, terletak di dua wilayah geografis
politis Rusia yang sangat rawan konflik. Enam republik dan satu wilayah
administratif berada di Rusia tengah, berbatasan dengan Kazakhstan; dan
tujuh republik lain di Kaukasus Utara berbatasan dengan Georgia,
Azerbaijan, Armenia, Turki dan Iran.
Menurut United States Department of State, terdapat sekitar 21-28 juta jumlah penduduk Muslim di Rusia,
sekurang-kurangnya 15-20 persen dari 142 juta jumlah penduduk negara
ini dan membentukkan agama minoritas yang terbesar. Masyarakat besar Islam dikonsentrasikan di antara warga negara minoritas yang tinggal di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia: Avar, Adyghe, Balkar, Nogai, Orang Chechnya, Circassian, Ingush, Kabardin, Karachay, dan banyak bilangan warga negara Dagestan. Di Volga Basin tengah ada penduduk besarTatar dan Bashkir, kebanyakan mereka Muslim. Banyak Muslim juga tinggal di Perm Krai dan Ulyanovsk, Samara, Nizhny Novgorod, Moscow, Tyumen, dan Leningrad Oblast (kebanyakannya kaum Tatar).
Siapakah Muslim Rusia?
Muslim Rusia adalah bagian dari Muslim Soviet Rusia, terdiri dari
kelompok yang heterogen, mereka sama sekali berbeda dalam etnis, bahasa
dan budaya bahkan mereka berbeda dalam interaksinya dengan Islam. Dan
etnis yang beragam ini kemudian disertai dengan keanekaragaman bahasa,
dan masing-masing bahasa memiliki dialek yang banyak. Bahasa Arab
diajarkan di sekolah Dasar dan madrasah-madrasah, tujuan utamanya adalah
untuk membaca Al-Qur’an dan memahami artinya. Mereka tidak bisa menulis
dan berbicara bahasa Arab, kecuali orang-orang yang telah mendapatkan
pendidikan tinggi. Sama halnya dengan bahasa Persia, yang merupakan
kunci lain untuk mengakses ilmu-ilmu Islam. Pada awal-awal abad ini,
bahasa Rusia menjadi “bahasa pemahaman” antara masyarakat Uni Soviet.
Kemudian secara luas, umat Islam di Uni Soviet terkonsentrasi
-walaupun tidak menyeluruh- di Asia Tengah, yaitu di daerah yang
dibatasi oleh Laut Kaspia di barat, Cina di timur, Turki, Iran dan
Afganistan di selatan. Masing-masing bersebelahan dengan Pakistan dan
India, akan tetapi ini bukan fakta, karena lebih dari separuh Muslim di
Uni Soviet sudah tinggal di daerah Asia Tengah. Sisanya menyebar di
seluruh wilayah Uni Soviet, terutama di Rusia.
Di Rusia, ada
lima republik otonom Muslim yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
yaitu Republik Tatarstan, Republik Dagestan, Republik Bashkiria
(Bashkortostan), Republik Kabardino-Balkaria dan Republik Chechnya,
ditambah umat Islam yang ada di republik lain dengan penduduk mayoritas
Kristen, seperti Republik Ossetia Utara, Republik Mari El, Republik
Udmurtia, juga di republik lain dimana umat Islam menjadi warga
negaranya atau membentuk komunitas Islam.
Penyebaran Islam di Rusia
Islam masuk ke Rusia dibawa para pedagang Muslim Arab dari wilayah
Kaukasus dan tiba di Moskow dari utara bukan dari selatan seperti yang
diduga beberapa sejarawan, mereka berpendapat bahwa Islam datang ke
Moskow dari selatan, sebagai jalan paling mudah untuk gerakan kafilah
pedagang. Sebab, suku-suku Cossack Rusia yang telatih untuk berperang,
telah berdiri menentang penyebaran Dakwah Islam dan pengaruh Islam yang
merayap menuju jantung Rusia.
Hal itu kemudian memaksa para pedagang Muslim dan para da’i untuk
melintasi stepa Asia Tengah menuju Siberia, dengan bantuan kaum Tatar
yang telah masuk Islam dan mendapat petunjuk kepada agama yang haq sejak
abad kesembilan Masehi di Kerajaan mereka, Kerajaan Volga Bulgaria
Timur, yang sekarang menjadi tanah air mereka. Daerah ini sebagian besar
telah memeluk Islam pada abad kesepuluh, dan pada abad 11 dan 12, Islam
menyebar di wilayah Ural, yang sekarang bernama Republik Bashkiria
(Bashkortostan). Berkat para pedagang Muslim dari Arab, Iran dan Turki
Islam kemudian menyebar ke berbagai bagian lain wilayah Rusia.Kaum
Muslim saat ini, telah menjadi kekuatan baru di sekitar Rusia, dari
Siberia di sebelah utara dan timur laut ke arah selatan.
Islam tiba di Moskow sekitar tahun 1200 Masehi, ketika itu, ibukota
kerajaan Muslim ada di kota Kazan. Saat itu, Moskow membayar pajak
kepada Kazan. Kazan tetap menjadi ibukota kaum muslimin sampai tahun
1552, ketika Tsar Rusia Ivan The Terrible berhasil menduduki dan
menghancurkan Kazan, membakar masjid, memindahkan qubah-qubah indah ke
Kremlin Moskow dan Red Square, yang masih ada sampai hari ini. Kemudian
ia menduduki kota Astrakhan pada tahun 1556, Siberia Barat tahun 1598,
dan pada akhir abad keenam belas tiba di daerah-daerah Muslim di
Kabordino dan Chechnya. Sejak saat itu, Rusia memulai peperangan mereka
melawan kaum muslimin, mereka melarang kaum muslimin melakukan praktek
keagamaan dan memaksa mereka untuk mengikuti kebiasaan dan tradisi
Rusia. Semua itu dilakukan dalam rangka me-rusia-kan kaum muslimin, jika
tidak dikatakan: mengkristenkan mereka. Mereka memperlakukan kaum
muslimin dengan kejam, menimpakan berbagai siksaan, merampas kekayaan
mereka dan memperkenalkan undang-undang hukuman untuk memaksa penduduk
setempat agar menolak agama Islam. Akan tetapi, mereka tidak berhasil
dalam proyek ini.
Mayoritas Muslim tetap mengikuti agama mereka, kekejaman Rusia tidak
mampu menghentikan penyebaran Islam. Dan sungguh sebuah paradoks yang
aneh, sebaliknya Islam mencapai kemajuan baru di paruh kedua abad 18,
pada masa pemerintahan Ratu Rusia, Catherine II, dengan berubahnya
kebijakan Rusia terhadap umat Islam yang hidup dalam perbatasannya. Saat
itu, kaum muslimin mencicipi kebebasan. Pada tahun 1764, propaganda
toleransi beragama menguat, dan pada tahun 1767 pengusiran penduduk
Tatar dari kota mereka, yaitu Kazan, dicabut pemerintah. Pemerintahan
menuju tahap baru pada tahun 1773 dengan memberikan Tatar Volga
kebebasan beragama, hak untuk membangun masjid dan sekolah Al-Quran.
Pedagang Volga kemudian menjadi mediator yang sangat baik antara Tsar
Rusia dan Asia Tengah. Mereka juga bertindak sebagai da’i dan muballigh,
membangun masjid, sekolah dan membawa Islam kepada orang-orang yang
masih semi-politheis di Bashkiria dan Siberia Barat.
Kebijakan Tsar Rusia ini bukan didasari karena kecintaan terhadap
umat Islam, tetapi kebijakan yang didorong kepentingan Rusia untuk
memperluas pengaruh dan kontrol atas daerah tetangga, karena ia
menyadari kemungkinan untuk memanfaatkan masyarakat Muslim yang berada
di Rusia, sehingga kehadiran Rusia di Asia Tengah dapat diterima bahkan
diinginkan di wilayah itu. Hal itulah yang mendorong para penguasa Rusia
untuk memperhatikan kekuatan politik umat Islam yang tinggal di Tsar
Rusia pada saat itu, pemerintah mulai mencoba untuk mendapatkan dukungan
mereka, didirikanlah lembaga sebagai pusat Fatwa di Renburg (kemudian
pindah ke Ufa) pada 1788. Setelah itu, dibentuk tiga lembaga lain untuk
Penerbitan Fatwa dalam abad berikutnya, satu lembaga pada 1831, dan dua
lainnya pada tahun 1872. Lembaga-lembaga ini sejenis hai’ah ulama (institusi
ulama), yang ada di pemerintahan Utsmani. Lembaga ini memiliki wewenang
dalam beberapa aspek hukum perdata, bertanggung jawab atas kaderisasi
ulama, pemeliharaan Wakaf dan publikasi buku-buku keagamaan yang tidak
dibolehkan terbit sebelum tahun 1800.
Setelah lima tahun berlalu, tepatnya pada tahun 1806, sekitar 26.000
buku dicetak, termasuk 1500 salinan al-Qur`an, publikasi ini semakin
meningkat ketika kaum muslimin diizinkan menggunakan mesin cetak di
pertengahan abad itu. Saat itu, para ulama dan agamawan diwajibkan untuk
mendaftar secara resmi, sehingga dari sudut pandang pemerintah, mereka
dianggap sebagai perwakilan Islam yang diakui dan berada di bawah
kontrol Kekaisaran Rusia. Sebagai imbalannya, mereka menikmati berbagai
keuntungan, termasuk pembebasan pajak dan dinas militer, dan anak-anak
mereka menikmati hak-hak yang dinikmati oleh anak-anak bangsawan. Namun
di sisi lain, mereka memperlihatkan loyalitas kepada pemerintah, meskpun
secara formalitas. Demikianlah karakter lembaga Islam dan dampaknya di
kalangan umat Islam pada era kekaisaran, sampai meletusnya kebebasan
beragama di Rusia pada tahun 1905, sebuah kesempatan bagi Islam memulai
sebuah fase baru, dan situasi ini berlanjut hingga sekitar dua puluh
tahun.
Masjid Qolşärif - Masjid di Kazan, Rusia.
Islam di Bawah Kekuasaan Komunis
Ketika Perang Dunia Pertama pecah, kaum Muslimin berhasil menduduki
posisi yang terhormat di kekaisaran Rusia, atas apa yang telah mereka
persembahkan dalam perang untuk kepentingan negara mereka. Akan tetapi,
kondisi ini segera berubah setelah komunis mengkudeta pemerintahan.
Kondisi umat Islam sangat berbeda dengan kondisi pada akhir era
Kekaisaran Rusia. Para penguasa Komunis Soviet berbeda sikap, karena
tujuan utama komunis adalah untuk memberantas agama dalam segala
bentuknya, yang dianggap sebagai “candu masyarakat”, menurut istilah
salah seorang pemimpin mereka.
Dimulailah serangkaian panjang penindasan agama, penerapan
langkah-langkah memusuhi Islam, dan dapat dikatakan bahwa selama era
Soviet, Islam telah menelan berbagai bentuk permusuhan Komunis terhadap
agama secara umum; masjid berubah menjadi toko-toko, kafe, kursus tari
dan bioskop, padahal pada tahun 1912, di Rusia saja, kaum muslimin
memiliki lebih dari 26.000 masjid, dan pada tahun 1941 tidak ada masjid
yang tersisa kecuali sekitar 1.000 saja, pengadilan syariah sepenuhnya
ditutup pada tahun 1927 dan sistem wakaf dihapus pada tahun 1930.
Sementara tulisan Arab dihapus pada tahun yang sama, sekolah agama
ditutup, institusi ulama dibubarkan dan banyak dari mereka yang kemudian
dieksekusi. Kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk melakukan haji,
sistem pemeliharaan babi secara kolektif mulai diberlakukan di
tanah-tanah kaum muslimin, publikasi literatur agama dicekal, ibadah
puasa menjadi hal yang hampir mustahil, upacara keagamaan dan peringatan
peristiwa bersejarah dalam Islam dilarang dalam bentuk apapun.
Partai Komunis di Rusia melihat Islam sebagai kekuatan yang
bersebrangan, agama dan iman adalah hambatan menuju komunisme, dan dia
harus cepat-cepat bekerja untuk menghancurkan dengan propaganda dan
informasi yang bersebrangan, bahkan, jika diperlukan, bisa juga
menggunakan jalur administrasi dan kepolisian. Dengan cara itulah para
pemimpin Bolshevik melihat Islam sejak awal masa kekuasaannya, sebuah
posisi yang disokong oleh Lenin, seorang musuh abadi bagi agama.
Serangan Komunis terhadap agama Islam membentang sejak tahun 1928 sampai
deklarasi Perang Dunia II. Serangan fisik ini diiringi dengan berbagai
propaganda yang sangat anti Islam, bahkan kemudian terkoordinasikan
sehingga mencapai dampak maksimal, digawangi oleh aktivis serikat
pekerja anti Tuhan “Sans-Dieu”, yang didirikan pada tahun 1925, serta
berbagai media dan organisasi negara serta lembaga pemerintah komunis.
Perlu juga untuk disebutkan di sini beberapa kutipan dari
Ensiklopedia Mini Soviet dalam Volume IV halaman 879-880, pada subjek
“Islam”, yang menjelaskan posisi resmi pemerintah Rusia terhadap agama
Islam, seperti: “Islam pada masa kekaisaran Rusia Tsar memiliki
kedudukan yang tinggi dan dipergunakan sebagai alat oleh kaum kapitalis.
Setelah Revolusi Oktober, Islam kemudian memegang bendera
anti-revolusioner. Dan sebagai efek dari pembangunan sosialisme dan
pertumbuhan ateisme, bangsa ini harus dibebaskan dari penindasan Islam
yang telah mengkronis, yang menjadi ideologi orang kaya dan musuh
revolusi.”
Dalam ensiklopedia utama Soviet “Ensiklopedia Bolshevik” edisi kedua
Volume XVIII halaman 516-519, pada subjek “Islam”, “Islam, seperti semua
agama lainnya, selalu memainkan peran oposisi, karena merupakan alat
penganiayaan secara spiritual kelas pekerja lokal, dieksploitasi oleh
para penjajah asing dari masyarakat Timur Tengah…
Musuh-musuh internal revolusi dan kaum imperialis asing menggunakan
Islam untuk memerangi negara Rusia Soviet setelah kemenangan komunis
pada Revolusi Oktober, sepanjang perang saudara dan intervensi asing…
Demikian pula pihak-pihak lain mencoba mendapatkan keuntungan dari
Islam. karena itu, sosialisme terus berupaya memeranginya sepanjang era
konstruksi di Rusia. Saat itu, ulama Muslim memimpin perjuangan kelas
melawan legislasi Soviet dalam bidang keluarga, pernikahan, dan
memperjuangkan pembebasan perempuan dan membela hak mengenakan jilbab.
Selain itu, mereka menggunakan semua propaganda media terhadap agama
Islam, yang disirkan melalui radio dan film anti agama, termasuk banyak
film yang mengejek Muslim di Rusia, membuat olok-olok agama mereka dan
menunjukkan bahwa Islam adalah penyebab kebekuan pikiran,
keterbelakangan dan penderitaan. Film itu juga memperlihatkan berbagai
ritual secara histeris, sehingga menjadi bahan tertawaan dan ejekan yang
parah, seperti tata cara wudhu, shalat, haji dan lain-lain.
Umat Islam terus menanggung semua penidasan mulai dari terorisme,
pengintaian dan pelecehan, sampai pada Perang Dunia II, dimana terjalin
kesepakatan antara pemerintah Rusia dan institusi Islam, keadaan ini
terus berlanjut selama era Stalinis pasca perang. Pada bulan Juli 1942,
Mufti Rusia dan Eropa, Abdul Rahman Rasulaev, menjalin hubungan dengan
Stalin, menguatkan kesepakatan dan berjanji bahwa Muslim akan mendukung
upaya perang dan itulah yang terjadi. Dengan demikian, berhentilah
propaganda anti-Islam secara relatif, demikian pula penderitaan dan
teror sedikit mereda, Negara dengan Islam berhubungan secara resmi
melalui bimbingan negara, terutama setelah pembentukan banyak lembaga
Islam. Situasi ini terus berlanjut sampai kematian Stalin, dan ini
adalah periode yang melegakan bagi kaum muslim Rusia.
Kemudian pada era Khrushchev, prinsip “back to Lenin” mengakhiri era
rekonsiliasi. Ia meluncurkan propaganda baru melawan Islam, yang
berlangsung dari tahun 1954 sampai tahun 1964. Pada masa itu, sebagian
besar masjid yang tadinya terbuka untuk ibadah dan tempat-tempat ziarah
dan kunjungan ditutup. Ia juga meluncurkan siaran pers, radio, televisi
dan bioskop dan kampanye yang sangat intens menyerang agama.
Setelah era Khrushchev jatuh, hubungan antara pemerintah dan umat
Islam memasuki fase baru, dimana serangan terhadap agama Islam sedikit
mengendor, dan propaganda memusuhi Islam mengambil karakter baru yang
lebih beraroma ilmiah, pemerintah meyakinkan bahwa serangan terhadap
agama dan ulama adalah tidak begitu membuahkan hasil, karena itu,
serangan melawan Islam dilahirkan ke dalam tataran ideologis sesuai
dengan ideologi Marxisme – Leninisme yang pada dasarnya anti agama,
karena itu, Partai Komunis tidak bisa terus bersikap netral terhadap
Islam.
Perbedaan antara era Leninis, Stalinis dan era lain berikutnya
hanyalah dalam metode yang digunakan oleh pemerintah Rusia untuk
mempercepat penghapusan agama dan menghancurkannya. Akan tetapi,
meskipun berbagai upaya sudah dilakukan melalui propaganda media,
tekanan dan teror, pemerintah Rusia tetap tidak puas dengan hasil yang
dicapai dari berbagai upaya ini, dan mengumumkan kegagalan propaganda
dan media diarahkan terhadap Islam. Bahkan, sebaliknya, serangan yang
ditujukan terhadap Islam memunculkan fenomena lain. Sebagai contoh kami
kemukakan sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1978 di Republik
Chechnya, Rusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hanya 20 % dari
rakyat Chechnya saja yang terpengaruh propaganda media yang memusuhi
Islam, sedangkan 80 % dari populasi mereka yang tersisa justru bersikap
antipati terhadap propaganda anti agama, atau bersikap acuh tak acuh.
Pusat Keislaman dan Lembaga Keagamaan di Rusia pada Periode ini
Sebelum runtuhnya Uni Soviet, ada empat lembaga keagamaan yang
didirikan pasca Perang Dunia II untuk menggantikan peran Mufti, yang
telah ada pada masa Kekaisaran Rusia. Dua departemen ini berlokasi di
Rusia, sedangkan dua lainnya di Uzbekistan dan Azerbaijan.
Dalam hal ini, yang terpenting adalah dua lembaga keagamaan yang ada
di Rusia, dimana keduanya dianggap sebagai pemandu urusan umat Islam
sesuai dengan kebijakan Soviet, keduanya tidak memiliki tugas, selain
memantau situasi umat Islam dan pergerakan mereka, dan mengatur urusan
mereka sesuai dengan strategi pemerintah pusat Uni Soviet. Adapun
publikasi pemikiran dan budaya Islam serta memperkuat ikatan iman di
antara umat Islam adalah sesuatu yang tidak diceritakan. Lembaga ini
menggambarkan beberapa hal berikut:
1. Manajemen aspek spiritual kaum Muslim Rusia Eropa dan Siberia:
Lembaga ini berpusat di Ufa (ibukota Republik Bashkiria, Rusia), dengan
Tatar sebagai bahasa kerja dan daerah kerjanya meliputi republik
administrasi Tatarstan dan Bashkiria serta seluruh komunitas Muslim di
seluruh koloni Siberia, Rusia Timur yang ikut di bawah pemerintahan Uni
Soviet.
Perlu disebutkan bahwa lembaga ini menjadi lembaga penerbitan Fatwa
di era Kekaisaran Rusia, dengan Ufa sebagai pusatnya. Meskipun aktivitas
lembaga ini telah berhenti setelah revolusi komunis, akan tetapi mulai
aktif lagi pada era Stalin, dan Abdul Rahman Rasulaev bekerja keras
membujuk Stalin untuk meredakan tekanan pada kaum muslim pada saat itu.
2. Manajemen spiritual umat Islam di Kaukasus Utara dan Dagestan:
Pusat administrasinya di ibukota Makachkala Republik Dagestan, dan
bahasa Arab adalah bahasa perkantoran. Bahasa Arab adalah bahasa sastra
wilayah ini sejak ditaklukkan bangsa Arab pada abad kedelapan Hijriyah.
Otoritas lembaga ini membentang meliputi semua daerah di Kaukasus Utara,
Republik Dagestan, Balkaria, Chechnya dan Ingushetia, dan kaum Muslimin
di Republik Ossetia Utara, daerah otonom Adag, Carachai dan
Circassians.
Peta pembagian wilayah administrasi di russia
“Muslim di Rusia menghadapi berbagai
serangan secara tidak adil melalui media massa resmi yang beroperasi dan
dijalankan pihak-pihak yang mencurigakan, tangan-tangan Barat pun turut
berkonspirasi guna melemahkan peran Islam di negara ini.”
Muslim di Rusia Setelah Runtuhnya Uni Soviet
Masa ini, setelah runtuhnya komunisme dan terbebasnya rakyat Uni
Soviet dari kungkungan ateisme dan politik anti Tuhan, kaum muslimin
yang tinggal di Rusia merindukan masa-masa dahulu, mereka merindukan
kembali kepada pokok-pokok Islam, dan masa-masa penyebaran Islam sebelum
jatuhnya Kazan, Katedral Islam di Rusia, di tangan Ivan The Terrible.
Setelah 500 tahun hidup dalam ketidakadilan, penindasan, kristenisasi
dan pengkafiran, kaum Muslimin sekarang terbebaskan, dan mereka ingin
membangun masa depan mereka berdasarkan Islam yang benar, jauh dari
kekuasaan kaisar dan kaum ateis. Mereka menegaskan sebuah fakta penting
bahwa mereka adalah kaum Muslim bangga dengan keislamannya, dan mereka
memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri dan berhak untuk
menikmati hak-hak mereka di negeri Islam mereka.
Sebanyak 20 juta Muslim di Rusia, memendam kerinduan dan keinginan
kembalinya Islam kepada mereka, meskipun tidak pernah terucap keluar
hati mereka, meski komunis selalu berupaya untuk membunuh Islam dalam
pikiran, jiwa dan manifestasi kehidupan. Situasi baru ini tentu saja
memerlukan lembaga-lembaga dan sentral yang mampu memecahkan masalah,
memenuhi kebutuhan umat Islam, menganalisa berbagai kejadian mutakhir di
Rusia dan memberikan pandangan mereka mengenai isu-isu penting bagi
umat Islam. Masalah-masalah muslim Rusia secara umum begitu banyak dan
membutuhkan kerjasama serta dukungan tanggung jawab setiap Muslim,
terutama Negara-negara Islam.
Lembaga-lembaga Keagamaan
Kaum Muslimin Rusia meyakini bahwa penyebaran ajaran Islam adalah
misi global masyarakat Muslim yang membutuhkan dukungan finansial dan
moral dari semua Muslim di dunia dan pengaturan skala prioritas sesuai
tuntutan situasi, hal inilah yang mendorong kaum muslimin Rusia untuk
mendirikan Islamic center, dengan nama “Pusat Koordinasi Urusan Agama.
Sebenarnya, pusat ini menggantikan peran lembaga keagamaan masa
sebelumnya yang runtuh satu demi satu, karena tidak bisa berkompromi
dengan sejarah dan gagal memimpin kebangkitan Islam yang muncul setelah
pergerakan Islam kontemporer, karena mentalitas kepatuhan mereka, di
mana mereka memainkan peran perogatif, mengangkat dan memecat para imam
dan para pengurus lembaga pengelola urusan umat Islam sesuai keinginan
mereka. Selain itu, secara langsung lembaga berada di bawah naungan
negara dan mengimplementasikan kebijakan Negara terlepas dari
kepentingan umat Islam.
Langkah pertama yang dilakukan pasca gerakan kebangkitan Islam adalah
menyatukan umat Islam dan mengatur urusan mereka setelah runtuhnya Uni
Soviet, kondisi perpecahan ini membuat umat tidak dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Di antaranya adalah pertemuan yang dihadiri hampir 120
perwakilan masjid-masjid di Republik Bashkirstan, pusat lembaga
keagamaan terdahulu, mereka sepakat untuk mendirikan insitusi agama baru
untuk mengatur urusan kaum Muslim Republik ini dan tidak mengaktifkan
kembali lembaga pusat keagamaan warisan Uni Soviet. Dewan yang hadir
sepakat untuk mendirikan institusi independen yang tidak terkait pihak
manapun, dan instutusi ini kemudian tercatat di pemerintahan, sehingga
memberikan legitimasi hukum. Setelah itu, diadakan pula pertemuan serupa
di masing-masing Republik Tatarstan Rusia dan sungai Volga,
Pertemuan-pertemuan ini diikuti dengan berdirinya berbagai institusi
baru.
Untuk menghindari efek buruk yang mungkin terjadi dan agar hasil
kerja keras kaum muslimin di Rusia lebih efektif, para pemimpin
institusi baru ini kemudian bersepakat untuk menyatukan semua institusi
ini di bawah naungan Dewan Syura yang akan mengawasi kinerjanya dan
mengkoordinir antara institusi sehingga masing-masing bisa mengambil
manfaat dari pihak lain dalam berbagai bidang, saling melengkapi satu
sama lain, sehingga hasil yang bisa diambil menjadi lebih luas dan
komprehensif. Dan puncak upaya ini adalah dengan terbentuknya “Pusat
Tertinggi Koordinasi Agung Muslim Rusia” sebagai juru bicara resmi atas
nama institusi terhadap negara dan luar negeri. Pusat Koordinasi ini
telah menerima lisensi dari Departemen Kehakiman di Federasi Rusia pada
tahun 1994, dan telah mulai bekerja diawali dengan pemilihan kepala
eksekutif oleh Dewan Syura yang terdiri dari para kepala institusi
cabang.
Daerah di Rusia dengan mayoritas Muslim (hijau)
Kegiatan Pusat Koordinasi Keagamaan Muslim di Rusia:
Pusat Koordinasi bertugas untuk mengawasi dan mengatur semua lembaga
keagamaan yang ada di Rusia, konsolidasi organisasi Muslim dan
mengkoordinasikan kegiatan mereka di semua wilayah di bawah federal
Rusia. Sejak awal berdirinya, Pusat Koordinasi bertugas untuk membantu
mengadakan seminar dan konferensi masyarakat Muslim di daerah dalam
rangka mengatur kondisi mereka. Jumlah masjid yang berada di bawah
bimbingan Pusat Koordinasi berjumlah sekitar 300 masjid. Dan yang paling
penting, Pusat koordinasi sangat memperhatikan sekolah-sekolah Islam,
berupaya untuk mengembangankan dan meningkatkan kualitasnya. Pusat telah
merancang sebuah studi untuk menetapkan kurikulum umum untuk semua
sekolah yang mencakup 100 sekolah dengan berbagai tingkatannya. Hal itu
dilakukan untuk meningkatkan level kebudayaan. Di samping itu, Pusat
Koordinasi juga mendirikan sekolah-sekolah khusus untuk mencetak kader
imam, khatib dan guru.
Selain itu, ada pula proyek yang sedang dipersiapkan, yaitu
mendirikan Central Islamic College, yang akan menerima lulusan terbaik
dari sekolah menengah. Dewan Syura Pusat Koordinasi memerintahkan untuk
mendirikan Islamic College untuk mengajar dan mencetak guru dan kader
yang memiliki keahlian dan spesialisasi dalam mengajar, sehingga kelak,
mereka bisa mengambil alih pengelolaan urusan sekolah yang semakin
meningkat dan tersedia di berbagai daerah guna membina generasi Islam
yang tercerahkan dan terdidik. Lokasi yang dipilih sebagai tempat
Islamic College ini adalah Moskow, mengingat pentingnya kota ini sebagai
ibu kota, memudahkan pengorganisasian dan perhubungan, di samping Pusat
Koordinasi pun mengambil Moskow sebagai basisnya.
Di sisi lain, sebagai hasil dari upaya untuk memperluas cakupan Studi
dan Penelitian Islam, di Moskow, tahun 1996-1997, diumumkan sebagai
awal tahun pelajaran Pusat Studi Bahasa Arab dan Kajian Islam di
Universitas Moskow, serta di Institut Peradaban Islam yang bernaung di
bawah Universitas Kebudayaan Islam untuk mempelajari Al-Qur`an, Sunnah,
Hadis, perbandingan agama dan dasar-dasar ilmu keislaman, di samping
pengajaran bahasa Arab, Turki dan Tatar.
Adapun sikap terhadap isu-isu politik kontemporer yang berkaitan
dengan umat Islam di dalam dan luar negeri, Dewan menegaskan sikapnya
bahwa Muslim Rusia harus memiliki peran politik, Islam dan umat Islam di
Rusia harus memiliki pertimbangan dan sikap lain. Rusia adalah negara
dengan berbagai bahasa dan agama yang berbeda. Menurut politisi Rusia,
Rusia adalah untuk Rusia saja, dan itu adalah negara Kristen Ortodoks,
mereka lupa bahwa di Rusia terdapat sekitar dua puluh juta umat Islam
yang bukan penghuni baru negara ini, akan tetapi mereka adalah penduduk
asli, mereka telah menghuni tanah ini sejak zaman dahulu sampai
sekarang, mereka harus menikmati hak mereka untuk menentukan nasib
sendiri. Karena itu, Dewan kemudian mulai pergerakan politiknya dengan
mendirikan komunitas politik dengan nama “Persatuan Muslim Rusia”, untuk
membela kepentingan umat Islam dan membantu mengambil posisi mereka di
negara ini.
Dewan ini juga memiliki sikap istimewa untuk krisis Chechnya, para
pejabatnya telah mengumumkan secara terbuka pada sebuah konferensi pers
di Moskow, bahwa mereka mengutuk kebijakan pemerintah Rusia di Chechnya,
dewan kemudian mengeluarkan fatwa larangan memerangi kaum Muslim di
Chechnya dan larangan untuk membantu tentara yang memerangi bangsa
Chechnya dan tidak boleh menshalati jenazah tentara Muslim yang
bergabung dengan tentara Federasi Rusia. Bahkan, Dewan mengancam
pemerintah, jika militer Rusia tetap melakukan penindasan terhadap kaum
Muslimin, maka Dewan akan mengeluarkan fatwa larangan berafiliasi kepada
angkatan bersenjata Federasi Rusia. Keputusan dan sikap tegas ini
bergema di seluruh Rusia.
Melalui keputusan politik ini, kita bisa menganalisa perbedaan besar
antara sikap dan posisi lembaga sebelumnya di era komunis. Selain
lembaga terdahulu tidak mampu mengelola urusan umat Islam, lembaga juga
langsung berada di bawah bimbingan Negara dan staf agamawan dalam
lembaga itu adalah para pegawai yang dipekerjakan pemerintah melalui
komite urusan agama pada waktu itu, sehingga tidak mengherankan jika
mereka kemudian mengeluarkan fatwa, selama perang Afghanistan, bahwa
tentara muslim Rusia yang terbunuh dalam perang melawan Mujahidin
Afghanistan adalah seorang syahid, mereka telah menjalankan kewajibannya
untuk berjuang melawan musuh.
Ethno-Linguistic groups in the Caucasus region
Tantangan Masa Kini dan Masa Depan
Muslim di Rusia menghadapi berbagai serangan melalui media dan tidak
adil, melalui media massa resmi yang beroperasi di negaranya yang
dijalankan tangan-tangan yang mencurigakan. Selain itu, ditambah pula
tangan-tangan Barat yang berkonspirasi untuk melemahkan peran Islam di
Rusia secara khusus, dan di seluruh negara yang baru saja berdiri
independen. Islam terus menerus diberitakan dan digambarkan surat kabar
dan artikel majalah secara buruk, Islam digambarkan sebagai teroris,
cenderung untuk melakukan peperangan dan tindakan kriminal. Bahkan, ada
beberapa program dan film yang disiarkan melalui radio dan televisi yang
secara terang-terangan menghabisi Islam dengan berbagai kecurigaan dan
tuduhan palsu yang tidak adil terhadap kaum muslimin. mereka lupa bahwa
Islam adalah agama perdamaian, kebudayaan dan pengetahuan, dan bahwa
berkat ulama Islam-lah Barat dan Timur menuai ilmu dan pengetahuan dalam
berbagai bidang dan seni hingga sampai pada taraf yang sekarang
dinikmati. Selain itu, berbagai propaganda yang merugikan umat Islam
banyak dilakukan untuk menjauhkan mereka dari agamanya. Semua dilakukan
dari dalam, secara terorganisir dan sangat berbahaya baik dengan bahasa
nasional maupun lokal, seperti bahasa Dagestan, Tatar dan Bashkir.
Misalnya, misionaris Kristen datang ke pabrik-pabrik, di sana mereka
menyebarkan gagasan dan budaya mereka di antara para pekerja Muslim.
Mereka bekerja keras untuk memalingkan kaum muslimin dari agama mereka
dan menjauhkannya dari keyakinan yang otentik, terutama karena adanya
gejala kembalinya Muslim Rusia kepada agama mereka dengan begitu cepat
setelah disintegrasi Uni Soviet dan runtuhnya rezim komunis, ditandai
dengan tumbuhnya berbagai gerakan keagamaan yang sangat antusias untuk
kembali kepada agama dan ritual-ritualnya. Dan semangat kembali kepada
agama ini tentu saja membutuhankan pengkoordinasian pendidikan dan
persiapan, dan pengembangan sebuah strategi untuk melindungi umat Islam
dari berbagai propaganda yang memusuhi Islam, menyebarkan budaya Islam
dan memperkenalkannya kepada manusia.
Para cendekiawan dan intelektual Muslim berusaha sekuat tenaga,
dengan segenap kekurangan dan kesederhanaan, dengan mencetak beberapa
buku dari waktu ke waktu, menerjemahkan sejumlah buku-buku Islam ke
dalam bahasa lokal, membuka pusat pembelajaran di kota-kota dan daerah
pedesaan dan menekankan pentingnya peran masjid dalam membangun,
mengembangkan dan mendidik kaum muslimin, serta melalui surat kabar Iman
sebagai corong Pusat Koordinasi yang dipublikasikan secara bulanan.
Islam di Rusia mulai melangkah maju untuk mengambil posisinya
sebagaimana di negara-negara lain, dan Islam mulai mewarnai berbagai
posisi vital Rusia. Masjid yang di era sebelumnya sepi, mulai hidup
kembali, suara adzan menyeru manusia untuk mendirikan shalat menggema
dari berbagai menara yang menjulang tinggi sebagai pertanda lahirnya
fajar baru Islam di Rusia.
Hanya saja, mereka memiliki masalah tersendiri. Banyak masjid-masjid
yang belum dikembalikan fungsinya. Jika masjid di Rusia, sebelum
Revolusi Oktober, berjumlah lebih dari 14 ribu masjid di berbagai
daerah, maka pasca revolusi kemudian berkurang terus, hingga tersisa
delapan puluh masjid saja.
Masalah lain yang dihadapi oleh umat Islam di Rusia, adalah kurangnya
kader dalam jumlah yang memadai, kader yang terlatih sebagai da’i dan
imam. Ini adalah sebuah persoalan yang sangat besar, beberapa masjid
yang telah dikembalikan negara tidak memiliki imam dan guru untuk
mengajarkan pokok ajaran agama kepada kaum muslimin dan generasi muda
dan memperkenalkan mereka dengan realitas risalah Islam. Masalah ini
adalah masalah yang sangat mendasar dan sangat memilukan, dan salah satu
efek negatifnya, sebagian besar masjid tidak bisa mendirikan shalat
Jumat.
Dalam lima tahun terakhir, berbagai upaya yang signifikan telah
dilakukan untuk membangun kembali dan merekonstruksi masjid, sehingga
terjadi peningkatan jumlah masjid menjadi empat ribu yang tersebar di
berbagai wilayah Rusia. Jumlah itu boleh dikatakan sedikit jika
dibandingkan jumlah kaum muslimin Rusia, dan juga sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah masjid pada era sebelumnya. Republik
Tatarstan, misalnya, di sana hidup 4 juta kaum muslimin, akan tetapi
hanya memiliki 1500 masjid, di samping sejumlah masjid kecil. Muslim
republik ini masih memerlukan beberapa kali lipat jumlah masjid yang ada
sekarang. Masalah lain yang juga sangat penting bagi umat Islam di
Rusia, adalah ada empat sekolah bersejarah Islam, dimana administrasi
dan pengelolaannya belum kembali kepada kaum muslimin.
Selain itu, masjid di kota Tomsk yang disebut “al-Abyadh”, sebuah
masjid yang sangat kuno dan sangat jarang ada masjid seperti itu di
Siberia, telah berubah menjadi pabrik minuman keras pada rezim komunis,
dan pabrik itu masih ada di dalam masjid sampai hari ini.
Meskipun dalam hukum Rusia semua agama adalah sama, akan tetapi ada
banyak bukti yang menunjukkan bahwa gereja menikmati kebebasan lebih
banyak dari umat Islam, masih banyak sekolah dan masjid yang belum
dikembalikan pemerintah ke tangan kaum muslimin.
Sementara gereja, seluruh properti, rumah-rumah ibadah, wakaf dan
lain-lain sudah dikembalikan pemerintah. Yang menyakitkan, seorang
Muslim bisa melihat di kota Ufa, ibukota Republik Islam Bashkirstan,
berdiri 14 gereja berbanding satu masjid saja. Sementara beberapa masjid
lain di kota ini belum dikembalikan pemerintah, juga empat sekolah dan
institusi Islam. Semua ini mengungkapkan dengan jelas bahwa Muslim di
Rusia tidak diperlakukan sebagaimana pengikut agama-agama lain.
Meskipun pembagian kekuasaan terlihat dengan sangat jelas, hanya saja
kaum muslimin berhasil membentuk lembaga-lembaga keagamaan. Setiap
lembaga memiliki imam dan da’i yang menyebarkan Dakwah Islam, beberapa
orang berasal dari Rusia sendiri, dan lainnya adalah da’i yang datang ke
negara ini dari negara-negara Arab dan Islam.
Tujuh puluh tahun pemerintahan komunis adalah masa-masa paling berat
yang dialami kaum muslimin. Mereka dibelenggu secara intelektual,
sosial, dan bahkan untuk mengerjakan ritual keagamaan. Sementara
sekarang, mereka sangat membutuhkan adanya orang yang akan mengajarkan
mereka bagaimana tatacara wudhu, kemudian shalat dan kewajiban-kewajiban
pokok lain yang diperintahkan Islam kepada para pengikutnya.
Selain itu, ada pula beberapa kelompok muslim di Rusia yang
menyampaikan risalah Islam di beberapa desa dan menjelaskan
prinsip-prinsip Islam serta tujuannya. Kelompok-kelompok ini juga
mendistribusikan buku-buku Islam dan mendirikan kemah bagi pemuda Muslim
untuk mendorong mereka menghafal Al-Qur’an sebagai upaya mengikat
generasi muda dengan agama Islam.
Saat ini, di Rusia terdapat sekolah Islam di bawah pengawasan lembaga
keagamaan dengan kurikulum pengenalan agama Islam. Selain itu, materi
diajarkan untuk anak-anak kaum muslimin dianggap sebagai bahasa asing;
bukan bahasa Inggris, Jerman atau Perancis, hal ini terjadi di
sekolah-sekolah di Republik Chechnya dan Tatarstan.
Dengan demikian, mahasiswa muslim diharamkan belajar bahasa asing,
bagi mereka yang ingin mempelajari ajaran agama Islam. Sementara untuk
orang-orang Kristen, mereka tidak mengalami hukum yang tidak adil ini,
mereka menerima ajaran-ajaran Kristen disamping itu juga mereka bisa
mempelajari bahasa asing.
Pada tahun 1992, upaya umat Islam di Rusia mencapai puncaknya dengan
mendirikan lembaga pusat terpadu untuk organisasi-organisasi keagamaan
dan pusat-pusat Islam di seluruh Rusia yang diberi nama “Dewan Tertinggi
Koordinasi Lembaga Keislaman di Rusia. “
Sejak tanggal tersebut, Dewan berfungsi untuk menyatukan upaya dan
mengkoordinasikan kegiatan lembaga-lembaga Islam dan seluruh Federasi
Rusia, negara-negara independen dan Negara Baltik, hingga akhirnya pada
bulan April 1994 berlangung konferensi yang dihadiri sejumlah besar
organisasi sosial dan profesional Islam Rusia serta hadir pula para
diplomat yang mewakili pemimpin Federasi Rusia. Kemudian, Dewan
Tertinggi Koordinasi, mendapat pengakuan resmi dari pemerintahan sesuai
keputusan Menteri Kehakiman Federal pada tahun 1994.
Dewan Koordinasi Tertinggi terus meningkatkan kerjasama dengan
organisasi-organisasi profesional, pusat sosial dan budaya Islam di
Rusia sebagai persiapan bergabungnya Organisasi-organisasi ini, di
antaranya adalah Forum Islam, Donasi Pembangunan Islam dan Masyarakat
Muslim, Pusat Kebudayaan Islam dan lain-lain.
Tujuan dari Dewan Koordinasi Tertinggi di Rusia ini adalah menyatukan
semua upaya kaum muslimin dan organisasi mereka, mengkoordinasikan
kegiatan mereka di Federasi Rusia, menyebarkan agama Islam, membangun
masjid dan memakmurkannya serta mengembalikan ribuan masjid dan sekolah
Islam yang masih berada di bawah cengkeraman pemerintah federal.
Dewan Koordinasi juga aktif dalam penyebaran ilmu syairah, pengajaran
Al-Qur’an, Fikih Islam, berkontribusi dalam pembangunan sekolah-sekolah
Islam dan penerjemahan buku-buku Islam ke bahasa Rusia. Dewan
Koordinasi ini juga berupaya keras membela isu-isu kaum muslimin,
berbicara atas nama mereka di tingkat federal, dan menyebarkan budaya
Islam dengan mendirikan seminar, kuliah serta kamp pendidikan dan
pelatihan.
Dewan Tertinggi Koordinasi bertujuan memperkuat ikatan kaum muslimin
di antara mereka dan pembentukan lembaga baru agama seraya memperkuat
lembaga yang sudah ada. Selain itu, Dewan memberikan dukungan kepada
Pusat-pusat kajian Islam baru di semua daerah untuk aktif membimbing
kaum muslimin di semua bidang kehidupan dan membangun sebuah masyarakat
Islami berdasarkan akidah yang lurus dan semangat persaudaraan.
1 komentar:
Tidak masuk akal, sejak kapan kubah st basil dari kazan? Perlu diketahui kubah itu adl budaya romawi. Jangan lupa ilmuwan islam belajar dari catatan barat. Memangnya yg menderita atas perbuatan soviet hanya islam? Itu ga sebanding penderitaan kristen ditangan soviet. Ketahui juga Rusia dulu pernah dijajah org stepa, setelah org stepa jadi muslim, itu yg bikin mereka marah. Intinya artikel ini penuh bias penulis dan kurang melihat sejarah. Infidel never change.
Posting Komentar